Sebuah Renungan tentang keSUKSESan
Saya coba menjabarkan kisah SUKSES saya berdasarkan pengalaman saya
sendiri....
Saya banyak terpengaruh oleh keSUKSESan Kelvin Hui (saya beruntung bisa
datang ke seminarnya tahun lalu di Jakarta ).
Kelvin Hui adalah seorang Web Publishing Businessman (Founder dari
ambatch.com dan SEO Master), yang berhasil mendapatkan kontrak dengan
Yahoo! senilai 20 juta dollar hanya untuk mempromosikan Yahoo! Di
Hongkong, Korea, dan Jepang selama tiga tahun!
Yang menarik, manusia ini justru sangat-sangat sederhana dalam
berpakaian, tutur katanya sangat halus namun penuh kebijaksanaan yang
membuat pemikiran saya berubah 180 derajat tentang keSUKSESan.
SUKSES itu sederhana, SUKSES tidak ada hubungannya dengan menjadi kaya
raya, SUKSES itu tidak rumit/rahasia
SUKSES itu tidak perlu dikejar, SUKSES adalah ANDA! Karena
keSUKSESan terbesar ada pada diri Anda sendiri...
Bagaimana Anda tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi
satu ovum, itu adalah SUKSES pertama Anda!
Bagaimana Anda bisa lahir dengan anggota tubuh yang sempurna tanpa
cacat, itulah keSUKSESan Anda yang kedua...
Ketika Anda ke sekolah, bahkan bisa menikmati studi S1 di saat setiap
menit ada 10 siswa yang drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah
SUKSES Anda yang ketiga...
Ketika Anda bisa bekerja di perusahaan di bilangan segitiga emas, di
saat 46 juta orang lainnya menjadi pengangguran, itulah keSUKSESan Anda
yang keempat...
Ketika Anda masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada tiga juta
orang yang mati kelaparan setiap bulannya, itulah keSUKSESan Anda yang
kelima...
SUKSES terjadi setiap hari, dan Anda tidak pernah menyadarinya. ..
Saya sangat tersentuh ketika menonton film "Click!" yang dibintangi oleh
Adam Sandler, "family comes first," begitu kata-kata terakhirnya kepada
anaknya sebelum ia meninggal...
Saking sibuknya Adam Sandler dalam mengejar keSUKSESan, ia sampai tidak
sempat meluangkan waktu untuk anak-istrinya, bahkan tidak sempat
menghadiri pemakaman ayahnya, keluarganya berantakan, istrinya yang
cantik menceraikannya, dan anaknya tidak mengenal siapa ayahnya...
SUKSES selalu dibiaskan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa
terus-menerus menjadi best seller dengan membuat keSUKSESan menjadi
suatu hal yang rumit dan sukar diperoleh...
SUKSES tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex,
pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang/helikopter, punya
istri cantik seperti Donald Trump, resort mewah di Karibia, dll.
Tapi buat saya pribadi yang bisa hidup dengan sangat berkecukupan, saya
rasa SUKSES memiliki arti yang berbeda...
SUKSES adalah mencintai dan bangga terhadap diri Anda sendiri,
mengerjakan apa yang Anda sukai kapan saja dan di mana saja...
SUKSES sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Tuhan,
SUKSES sejati adalah menikmati dan bersyukur atas setiap detik kehidupan
Anda. Pada saat Anda gembira, Anda gembira sepenuhnya. Pada saat Anda
sedih, Anda sedih sepenuhnya, setelah itu Anda harus bersiap lagi
menghadapi episode yang baru.
SUKSES sejati adalah hidup benar di jalan Allah, hidup baik, tidak
munafik, tidak menipu, apalagi scam, saleh, dan selalu rendah hati.
SUKSES itu tidak lagi menginginkan kekayaan ketimbang kemiskinan, tidak
lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit. SUKSES sejati adalah bisa
menerima sepenuhnya kelebihan, keadaan, dan kekurangan Anda apa adanya
dengan penuh syukur.
Saya berani berbicara seperti ini, karena hidup yang saya alami adalah
seperti roda pedati. Ketika masih mahasiswa, hidup saya begitu nelangsa
cuma mampu makan nasi warteg satu kali sehari dengan menu nasi setengah
+ sayur gratis + tempe goreng. Tetapi ternyata nikmat makan di warteg
kok sama saja bila dibandingkan ketika saya makan di restoran mewah di
Amerika...
Saya pernah tidur di kolong langit, beralaskan tanah dan terpal, hujan
kehujanan, panas kepanasan. Tetapi ternyata lelapnya saya tidur dulu kok
bisa sama saja bila dibandingkan ketika saya tidur di hotel bintang 5 di
Jepang...
Saya dulu pulang-pergi ke sekolah jalan kaki sejauh 40 km, memakai baju
yang lusuh, tas yang kotor, dan alat tulis seadanya. Datang ke sekolah
selalu menjadi bahan tertawaan teman-teman, tetapi kok sama saja enaknya
ketika saya dijemput oom saya naik mercy, sama-sama sampai di tujuan
ternyata...
Saya pernah diundang bos saya ke rumah barunya, untuk menikmati ruang
auditoriumnya. Ada speaker untuk karaoke, ada tape untuk mendengarkan
musik, ada home theater... Dia bilang harga speaker Thiel-nya untuk
mendengarkan musik saja harganya 400 juta rupiah, saya disuruh
mendengarkan waktu beliau memutar musik jazz, memang enak sekali, suara
dentingan gelas dan petikan bass-nya bisa terdengar jelas, tapi kok
setengah jam di situ, saya bosan juga. Sama nikmatnya dengan
mendengarkan musik di komputer sendiri, speakernya cuma seharga 100 ribu
rupiah...
Pernahkah Anda menyadari?
Anda sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang. Uang hanyalah
alat tukar. Anda sebenarnya membeli rumah dari waktu Anda.
Ya, Anda mungkin harus bekerja siang dan malam untuk membayar KPR selama
15 tahun atau membeli mobil/motor secara kredit selama tiga tahun.
Namun itu semua sebenarnya Anda dapatkan dari membarter waktu Anda
sendiri, Anda menjual waktu Anda dari pagi hingga malam hari kepada
penawar yang tertinggi, untuk mendapatkan uang agar bisa membeli
makanan, membayar pulsa telepon dll...
Aset terbesar Anda bukanlah rumah atau mobil Anda, tetapi diri Anda
sendiri.
Itu sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat
daripada orang bodoh, karena semakin berharga diri Anda, semakin mahal
orang mau membeli waktu Anda...
Itu sebabnya mengapa harga dua jam motivator kelas dunia untuk berbicara di suatu seminar = 200 juta rupiah, atau harga 2 jam seminar inspirasi mencapai 100 juta...
Itu sebabnya mengapa Nike berani membayar Tiger Woods dan Michael Jordan
sebesar 200 juta dollar hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk
menjadi mahal bukan karena merk-nya, namun karena produk tersebut
dipakai oleh siapa....
Itu sebabnya bola basket bekas milik Michael Jordan bisa terjual 80 juta
dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk yang sama bila dijual
harganya justru turun...
Hidup ini lucu, kita seperti mengejar fatamorgana. Bila dilihat dari
jauh, mungkin kita melihat air di kejauhan, namun ketika kita kejar
dengan segenap tenaga dan akhirnya sampai di tujuan, yang kita lihat
hanya pantulan sinar matahari saja...
Lucu, bila setelah membaca tulisan di atas, Anda masih mengejar
fatamorgana tersebut ketimbang menghabiskan waktu Anda yang sangat
berharga untuk beribadah, sungkem kepada orangtua yang begitu mencintai Anda,
memeluk hangat istri Anda, mengatakan "I love you" kepada orang-orang
yang Anda cintai: orang tua, istri, anak, dan sahabat-sahabat Anda.
Lakukanlah selagi Anda masih punya waktu, selagi Anda masih sempat, Anda
tidak akan pernah tahu kapan Anda akan meninggal, mungkin besok pagi,
mungkin nanti malam, karena LIFE IS SO SHORT.
Cari Blog Ini
Selasa, 27 Oktober 2009
Senin, 26 Oktober 2009
Si Jari Cepat Beraksi di Windows 7
Nah, berikut ini adalah beberapa kombinasi tombol shortcut di keyboard yang baru ada di Windows 7:
• Win + Panah ke atas (Up) : digunakan untuk memaksimalkan jendela yang sedang aktif
• Win + Panah ke bawah (Down) : digunakan untuk meminimalkan tampilan jendela atau menurunkan dari posisi maksimal ke posisi normal (restore).
• Win + Panah kiri atau kanan : digunakan untuk menempelkan jendela aktif ke sisi kiri atau kanan layar, sehingga menutup separuh layar.
• Win + Shift + Panah kiri atau kanan : digunakan untuk 'melempar' jendela aktif ke layar monitor yang ada di sisi kiri atau kanan (jika menggunalan lebih dari satu layar)
• Win + tombol Home : meminimalkan semua jendela kecuali jendela yang aktif
• Win + Spasi : melihat tampilan Desktop tanpa meminimalkan jendela yang sedang terbuka --alias Aero Peek
• Win + T : mengaktifkan Taskbar, jika T ditekan berkali-kali sambil tetap menekan Win maka fokus akan berpindah-pindah antar aplikasi di Taskbar.
• Win + P : mengubah aturan presentasi, misalnya untuk beralih dari menampilkan ke layar, proyektor, layar+proyektor (duplicate) atau melebar ke beberapa layar (extended).
• Win + tombol Plus (+) : memperbesar (zoom in) pada tampilan layar
• Win + tombol Minus (-) : memperkecil (zoom out) tampilan layar
Berikut ini beberapa shortcut berguna untuk Windows Explorer pada Windows 7:
• Ctrl + Shift + N : membuat folder baru
• Alt + Panah ke atas : naik satu tingkat dalam susunan folder, misalnya dari C:\Documents\Inet ke C:\Documents
• Alt + P : menampilkan atau mematikan panel Preview di Windows Explorer
• Win + Panah ke atas (Up) : digunakan untuk memaksimalkan jendela yang sedang aktif
• Win + Panah ke bawah (Down) : digunakan untuk meminimalkan tampilan jendela atau menurunkan dari posisi maksimal ke posisi normal (restore).
• Win + Panah kiri atau kanan : digunakan untuk menempelkan jendela aktif ke sisi kiri atau kanan layar, sehingga menutup separuh layar.
• Win + Shift + Panah kiri atau kanan : digunakan untuk 'melempar' jendela aktif ke layar monitor yang ada di sisi kiri atau kanan (jika menggunalan lebih dari satu layar)
• Win + tombol Home : meminimalkan semua jendela kecuali jendela yang aktif
• Win + Spasi : melihat tampilan Desktop tanpa meminimalkan jendela yang sedang terbuka --alias Aero Peek
• Win + T : mengaktifkan Taskbar, jika T ditekan berkali-kali sambil tetap menekan Win maka fokus akan berpindah-pindah antar aplikasi di Taskbar.
• Win + P : mengubah aturan presentasi, misalnya untuk beralih dari menampilkan ke layar, proyektor, layar+proyektor (duplicate) atau melebar ke beberapa layar (extended).
• Win + tombol Plus (+) : memperbesar (zoom in) pada tampilan layar
• Win + tombol Minus (-) : memperkecil (zoom out) tampilan layar
Berikut ini beberapa shortcut berguna untuk Windows Explorer pada Windows 7:
• Ctrl + Shift + N : membuat folder baru
• Alt + Panah ke atas : naik satu tingkat dalam susunan folder, misalnya dari C:\Documents\Inet ke C:\Documents
• Alt + P : menampilkan atau mematikan panel Preview di Windows Explorer
Minggu, 11 Oktober 2009
Rahasia Dibalik Gempa ..Subhanallah !
Jam Gempa dan Nomor Ayat Quran Kok (Tidak) Cocok?
Jumat, 09 Oktober 2009 08:18
Pertanyaan
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mohon pencerahan dari ustadz tentang ramainya SMS tentang kecocokan antara jam terjadinya gempa dengan nomor ayat Quran yang kelihatan ada keterkaitannya. Pertanyaannya : apakah hal ini bisa diterima atau hanya kebetulan saja. Dan bolehkah kita mempercayai hal-hal seperti ini?
Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kita harus mendoakan para korban dan keluarganya agar tabah menjalani cobaan dari Allah. Kita juga harus mengambil banyak pelajaran dari musibah gempa di Padang dan Sumatera umumnya. Pasti ada banyak hikmah di balik peristiwa itu. Kita yakin bahwa tiap kejadian pasti tidak lepas dari qadha' dan qadar dari Allah SWT.
Tapi mengait-ngaitkan jam kejadian gempa dengan nomor dan ayat Quran, rasanya aneh. Saya memang berkali-kali menerima pertanyaan serupa, baik lewat SMS, email, atau pun pertanyaan langsung.
Jawaban singkatnya hal itu tidak benar dan tidak ada hubungannya. Hanya orang yang kurang wawasan dan pengetahuan dengan ilmu-ilmu Al-Quran yang mudah terjebak dengan otak-atik angka ayat dan surat di Quran.
Mengapa saya katakan demikian?
Sederhana saja, karena ternyata penomoran surat dan ayat di Al-Quran bukan ditetapkan langsung dari langit, alias bukan atas ketetapan dari Allah. Penomoran itu dilakukan oleh manusia, tentu para ulama Quran. Tetapi yang jelas kalau penomoran itu dilakukan manusia, maka nomor-nomor kode surat dan ayat itu buan termasuk wahyu dari Allah. Sebagaimana perbedaan penulisan teks Al-Quran di sekian banyak mushaf yang pasti berbeda jumlah halamannya. Jadi bukan firman Allah.
Lafadz Al-Quran itu memang dari Allah, tetapi penomoran surat dan ayat hanya buatan manusia, meski tetap berdasarkan petunjuk dari Rasulullah SAW. Tetapi penomoran itu tidak baku, sangat mungkin berbeda dan bervariasi.
Jadi sangat tidak relevan kalau dikaitkan dengan jam kejadian Gempa di Padang yang katanya terjadi jam 17.16. Kebetulan saja kalau kita buka Al-Quran pada surat yang ke-17 ayat ke-16, kita akan dapati terjemahannya sbb):
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Oleh mereka yang kurang paham, ayat yang bercerita tentang penghancuran suatu negeri ini ternyata dikait-kaitkan dengan gempa di Padang. Hanya lantaran nomor ayat dan suratnya cocok dengan jam kejadiannya, yaitu jam 17:16. Hmm, kok lucu ya? Kok bisa-bisanya nomor ayat dikait-kaitkan dengan jam kejadian gempa?
Kemudian, terjadi ladi gempa susulan di tempat yang sama. Konon katanya terjadi pada jam 17.58. Kalau kita buka surat ke-17, Al Israa’ ayat 58, kita akan menemukan terjemahanannya sbb :
“Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”
Wah, kok kayak kebetulan ya, kok ngepas sekali ayat itu dengan jam kejadian gempa susulan? Kira-kira begitu kita diajak berpikir. Apalagi masih ditambah dengan info yang berikutnya :
Yang tambah bikin penasaran, esoknya terjadi gempa lain, kali ini di di Jambi. Konon kejadiannya pada pukul 8.52. Surat ke-8 itu adalah Surat Al Anfaa. Kalau kita buka ayat nomor 52, terjemahannya sbb :
“(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”
Tidak Nyambung
Jawaban saya tetap bahwa intinya hal itu tidak benar. Malahan sangat tidak benar Kenapa? Ada banyak ketidak-sesuaian dan ketidak-sambungan logika meski terasa sangat dipaksakan.
Bukti sederhana ketida-nyambungnya adalah ketika kita bandingakn dengan sejarah gempa lain di negeri kita. Ambillah contoh gempa di Yogya 27 Mei 2006 yang terjadi jam 05.55 pagi. Coba buka ayat Quran surat ke-5 (Al-Maidah) ayat 55, apa isinya?
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Tidak nyambung kan? Tidak ada kaitannya dengan gempa-gempaan atau musibah atau hal-hal sejenis. Alih-alih bicara gempa, ayat di atas malah bicara tentang sistem kepemimpinan. Mana gempanya?
Kita buktikan lagi dengan Gempa dan Tsunami di Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. Dalam catatan kejadiannya tepat pada pukul 7:58. Coba buka surat ketujuh yaitu Al-A'raf ayat 58, apa isinya?
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Sekali lagi, mana gempanya? Mana mushibahnya? Mana adzabnya? Nggak ada tuh. Ayat ini sama sekali tidak menyebut-nyebut gempa atau mushibah. Jadi memang tidak ada kaitannya.
Ada begitu banyak ketidak-sesuaian, ketidak-sambungan, dan juga pemaksaan atas sebuah logika yang tidak nyambung. Apalagi kalau kita mau telaah lebih dalam lagi, maka akan semakin tidak nyambung.
Coba kita lihat fakta-fakta berikut ini :
Pertama : Al-Quran Tidak Mengenal Penghitungan Jam
Sistem penghitungan waktu yang dikenal Al-Quran hanya penghitungan hari, bulan dan tahun. Misalnya :
• Al-Quran menyebut hari Jumat (QS. Al-Jumuah : 9), hari Sabtu (QS. Al-Baqarah : 65)
• Al-Quran menyebut nama bulan Ramadhan (QS. Al-Baqarah : 185).
• Quran juga menyebut lama waktu dengan hitungan bulan, seperti pada penangguhan orang yang meng-ila' istrinya, yaitu selama 4 bulan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqarah : 226.
• Juga masa 'iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, yaitu selama 4 bulan 10 hari, sebgaimana disebutkan dalam Al-Baqarah : 234). Sedangkan yang sudah menopuse masanya adalah 3 bulan, seperti disebutkan dalam At-Thalaq ayat 4.
• Demikian hukuman diyat salah satunya berpuasa 2 bulan berturut-turut sebagaimana disebutkan dalam Al-Nisa' ayat 92.
• Menyusui dan menyapih bayi selama 30 bulan, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahqaf ayat 15.
• Malam Qadar itu lebih baik dari 1.000 bulan (Qs. Al-Qadr : 3)
• Al-Quran bercerita tentang orang yang ingin diberi umur 1.000 tahun (QS. Al-Baqarah : 96)
• Masa penyusuan anak idealnya 2 tahun (QS. Al-Baqarah : 233)
• Orang yang hampir meninggal berwasiat untuk memberi nafkah kepada istri untuk 1 tahun lamanya (QS. Al-Baqarah : 240)
• Allah mematikan orang selama 100 tahun kemudian menghidupkannya (QS. Al-Baqarah : 259)
• Allah menyesatkan orang yahudi sehingga berputar-putar kebingungan di muka bumi selama 40 tahun (QS. Al-Maidah : 26)
• Nabi Yusuf menyarankan untuk bertanam selama 7 tahun karena akan datang masa paceklik selama 7 tahun (QS. Yusuf : 47-48)
• Ashhabbul Kahfi ditidurkan selama 300 tahun plus 9 tahun (QS. AL-Kahfi : 25)
• Usia Nabi Muh alaihissalam adalah 1.000 tahun kurang 50 tahun (QS. Al-Ankabut : 14)
• Sehari di sisi Allah seperti 1.000 tahun dalam perhitungan kita (QS. As-Sajdah : 5)
• Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun. (QS. Al-Ma'arij :4)
Tapi tidak pernah sekali pun Al-Quran menyebut-nyebut ukuran waktu dengan format jam. Kenapa?
Mudah saya, karena sistem penghitungan waktu dengan jam yang kita gunakan saat ini, hanya buatan manusia. Berlakunya hanya berlaku di zaman kita ini saja.
Pada saat Al-Quran diturunkan 14 abad yang lalu, manusia belum mengenal pembagian waktu yang sehari 24 jam. Di satu sisi, Al-Quran adalah kitab yang abadi, sementara penggunaan sistem waktu dan jam akan selalu berubah. Bagaimana mungkin Al-Quran menyimpan pesan yang hanya dikhususkan untuk satu zaman saja?
Di masa mendatang boleh jadi kita akan meninggalkan sistem penghitugan jam yang sekarang ini dengan sitem yang lain. Kalau sehari sekarang ini kita hitung menjadi 24 jam, boleh jadi kapan-kapan kita buat menjadi 100 jam dengan ukuran sama yaitu sehari semalam.
Atau boleh jadi kita akan menggunakan sistem jam bintang (baca:stardate) seperti yang diperkenalkan dalam serial film StarTrek. Kalau pakai stardate, gempa di Padang yang jam 17:16 itu adalah -313252.8234398783. Masih minus karena stardate baru akan dimulai pada 1 Januari tahun 2323.
Lalu siapa yang menetapkan bahwa satu hari terdiri dari 24 jam, 1 jam terdiri dari 60 menit, dan 1 menit terdiri dari 60 detik? Yang pasti ketentuan itu tidak datang dari langit sebagai wahyu. Konon besaran itu diambil dari peradaban Babylonia yang mengenal sistem penghitungan sexagesimal yang berbasis angka (60). Sedangkan istilah `jam` konon sudah digunakan oleh peradaban Mesir kuno sebagai 1/24 dari mean matahari.
Yang jadi pertanyaan, apakah Al-Quran mengakui hitungan-hitungan itu lalu menyelipkan informasi di sela-sela nomor ayat? Kok jadi mirip film X-files?
Kedua : Jam Kita Adalah Jam Politis
Selain Al-Quran tidak mengenal penghitungan waktu dengan jam, pada dasarnya sistem jam yang kita gunakan ini bersifat politis. Gempa di Padang itu hanya dianggap terjadi pada jam 17:16 kalau menurut hitungan waktu Indonesia Bagian Barat. Karena Padang itu terdapat di wilayah NKRI.
Tapi seandainya -ini hanya seandainya- kota Padang itu bukan bagian dari Negara Indonesia, tentu gempa tidak terjadi pada jam 17:16, tetapi bisa saja malah jam 18:16 atau jam 16:16. Semua tergantung kebijakan pemerintahannya.
Kok gitu?
Ya memang begitu. Mari kita buat pengandaian. Seandainya kota Padang itu bagian dari Singapura, maka kejadian gempa itu pastinya bukan jam 17:16, tetapi jam 18:16. Sebab meski letaknya lebih di Barat dari Jakarta, tapi secara kebijakan Pemerintah Singapura menetapkan jam mereka lebih dulu dari Indonesia. Kalau Jakarta atau WIB itu GMT+7, ternyata Singapura malah GMT+8.
Padahal posisi Singapura lebih ke Barat dibandingkan Jakarta. Seharusnya Jakarta lebih dulu dari Singapura. Tapi sekali lagi karena ini hanya urusan politis dua negara yang beda pemerintahan, maka akhirnya Singapura yang lebih dekat ke kota Padang malah punya jam yang lebih dulu dari jam Jakarta.
Jadi angka 17:16 yang katanya merupakan surat ke-17 ayat ke-16, kalau dikait-kaitkan dengan jam kejadian gempa Padang, tentu 100% dusta, hanyalah ilusi, hayal, dan tidak tepat. Kenapa? Karena penetapan hitungan jam itu bersifat nisbi.
Salah satu bukti bahwa penetapan jam itu semata-mata politis adalah kalau kita berada di negeri sub-tropis. Setiap ganti musim baik dari musim panas ke musim dingin atau sebaliknya, pemerintah punya kebijakan untuk mengubah atau melompat jam secara massal. Yang tadinya jam 07.00 pagi, secara massal di bawah perintah penguasa, rakyat diminta mengubah jamnya jadi jam 08.00. Heboh kan?
Konon sejarah gonta-ganti jam ini belum lama. Awalnya dimulai pada saat krisis minyak pada tahun 1970-an. Waktu krisis minyak tersebut, harga minyak menjadi berlipat ganda dan minyak pun menjadi barang langka. Berhubung minyak diperlukan untuk seluruh industri dan berbagai keperluan sehari-hari lainnya, pemerintah Swiss (dan beberapa negara Eropa lainnya, kalau nggak salah) memutuskan memajukan satu jam.
Dengan cara itu berarti negara ini menghemat satu jam pemakaian minyak, lantaran satu jam dianggap hilang. Jadi kalau ditetapkan pada tanggal sekian waktu dimajukan satu jam pada jam 12 malam, pada waktu jam menunjukkan 24.00, semua jam dimajukan menjadi jam 01.00. Ini artinya waktu antara 24.00-01.00 tidak eksis alias hilang.
Tapi kemudian `hilang`-nya waktu ini pun diganti pada waktu pergantian jam di musim dingin, dengan diundurnya waktu selama satu jam. Artinya kalau tanggal X harus ganti waktu musim dingin pada jam 12 malam, sewaktu jam menunjukkan pukul 24.00, seluruh jam diundur menjadi 23.00. Artinya waktu 23.00-24.00 berulang dua kali, dua jam. Impas kan. Ribet ya?
Tapi intinya saya cuma mau bilang bahwa penghitungan jam itu sangat nisbi dan sangat politis. Tidak layak Al-Quran memberi informasi berdasark kebijakan politis sebuah pemerintahan.
Ketiga : Sistem Penomoran Ayat Quran Cuma Ijtihad Manusia
Lafadz Al-Quran memang dari Allah SWT yang sampai kepada kita sepanjang 14 abad dengan proses periwayatan yang mutawatir. Tetapi urusan penomoran ayat-ayatnya ternyata tidak merupakan ketetapan dari Allah SWT.
Karena itulah kita menemukan para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah total ayat Al-Quran. Ternyata jumlahnya yang konon 6.666 ayat itu malah tidak ada rujukannya. Cobalah iseng-iseng ambil kalkulator lalu jumlahkan semua ayat yang ada di 114 surat, hasilnya pasti bukan 6.666.
Lho kok?
Nah, biar mudahnya silahkan baca tulisan saya sebelumnya tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang jumlah total ayat Al-quran, silahkan klik di link ini.
Perbedaan dalam menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak menodai Al-Quran. Kasusnya sama dengan perbedaan jumlah halaman mushaf dari berbagai versi percetakan. Ada mushfah yang tipis dan sedikit mengandung halaman, tapi juga ada mushfah yang tebal dan mengandung banyak halaman.
Yang membedakanya adalah ukuran font, jenis dan tata letak (lay out) halaman mushaf. Tidak ada ketetapan dari Nabi SAW bahwa Al-Quran itu harus dicetak dengan jumlah halaman tertentu.
Lalu apa kaitannya dengan tema yang kita sedang bahas?
Kaitannya adalah bahwa nomor ayat itu juga bersifat nisbi. Kalau angka jam digital menyebutkan 17:16, lalu dianggap itu merupakan kode isyarat nomor surat dan ayat di Al-Quran, maka nomor itu mau menggunakan versi yang mana?
Kalau pakai mushaf yang umumnya kita pakai memang barangkali ada kebetulannya untuk cocok, tetapi kita harus ingat bahwa ada berjuta jenis dan versi mushaf di dunia ini, dimana nomor surat dan ayat 17:16 belum tentu terkait dengan musibah gempa.
Keempat : Al-Quran Bukan Buku BMG
Al-Quran sejak awal diturunkan tidak pernah disebutkan mengandung informasi dunia teknologi. Apalagi hanya dikaitkan dengan nomor-nomor surat atau nomor-nomor ayat di dalamnya. Nomor-nomor itu 100% buatan manusia, sama sekali tidak datang dari Allah SWT. Jadi kalau dipercayai sebagai bagian dari wahyu, sungguh sebuah kekeliruan yang fatal.
Memang benar bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk, tetapi tentu saja bukan petunjuk yang terkait dengan hal-hal teknis. Kita tidak akan menemukan tatacara membangun gedung, membikin mobil, menangkap ikan, menanam padi di sawah, atau mengetahui kapan terjadi bencana alam. Jelas sekali Al-Quran tidak diturunkan untuk kebutuhan seperti itu.
Kalau Al-Quran diyakini sebagai buku referensi teknologi, berarti kita secara tidak langsung telah menuduh Nabi Muhammad SAW telah zalim atau tidak mengerti Al-Quran.
Kok gitu?
Ya, karena Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang sah ditugaskan untuk menjelaskan isi Al-Quran, bahkan disebutkan bahwa beliau adalah Al-Quran yang berjalan. Kalau di dalam Al-Quran itu ada info tentang kapan terjadi bencana alam, lalu Nabi SAW diam saja tidak bilang apa-apa, berarti Nabi SAW itu zalim, karena tidak memberikan peringatan dini. Itu kalau kita anggap Nabi SAW tahu semua isi Al-Quran.
Tapi kalau kita bilang bahwa Nabi SAW tidak tahu ada informasi seperti itu di dalam Al-Quran, maka kita juga telah menuduh yang salah kepada beliau. Masak ada info tentang gempa di dalam Al-Quran, Nabi SAW malah tidak tahu? Lalu buat apa jadi nabi? Nabi kok tidak tahu info dalam Al-Quran?
Lebih parah lagi, kenapa Allah SWT terkesan `menyembunyikan` info akan terjadi gempa di dalam Al-Quran? Apakah Al-Quran itu merupakan buku teka-teki? Apakah kita disuruh untuk bermain puzzle dengan nomor ayat Quran? Untuk itukah Quran diturunkan?
Betapa naifnya kalau memang begitu. Quran kitab yang agung itu ternyata tidak lebih hanya dijadikan buku teka-teki yang angka di dalamnya diotak-atik, mirip orang kecanduan judi buntut.
Astaghfirullahal-Adzhiem.
Jadi kesimpulannya, informasi bahwa ayat Al-Quran mengandung misteri terselubung yang berupa data-data akan terjadi gempa tidak lain hanyalah klenik abad 21 yang dimainkan oleh mereka yang bermental Bani Israil, karena tidak lebih dari sekedar asathir (dongeng), levelnya sederajat dengan kisah-kisah israiliyat versi yahudi laknatullahi alaihim. Sayangnya, banyak juga yang terkecoh dengan ilusi model beginian.
Kepercayaan semacam itu sama sekali tidak memberikan nilai tambah apa pun buat Al-Quran. Malah sebaliknya, Quran jadi direndahkan selevel dengan kitab primbon atau mujarobat. Naudzu billah tsumma nauzdu billah.
Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Jumat, 09 Oktober 2009 08:18
Pertanyaan
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mohon pencerahan dari ustadz tentang ramainya SMS tentang kecocokan antara jam terjadinya gempa dengan nomor ayat Quran yang kelihatan ada keterkaitannya. Pertanyaannya : apakah hal ini bisa diterima atau hanya kebetulan saja. Dan bolehkah kita mempercayai hal-hal seperti ini?
Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kita harus mendoakan para korban dan keluarganya agar tabah menjalani cobaan dari Allah. Kita juga harus mengambil banyak pelajaran dari musibah gempa di Padang dan Sumatera umumnya. Pasti ada banyak hikmah di balik peristiwa itu. Kita yakin bahwa tiap kejadian pasti tidak lepas dari qadha' dan qadar dari Allah SWT.
Tapi mengait-ngaitkan jam kejadian gempa dengan nomor dan ayat Quran, rasanya aneh. Saya memang berkali-kali menerima pertanyaan serupa, baik lewat SMS, email, atau pun pertanyaan langsung.
Jawaban singkatnya hal itu tidak benar dan tidak ada hubungannya. Hanya orang yang kurang wawasan dan pengetahuan dengan ilmu-ilmu Al-Quran yang mudah terjebak dengan otak-atik angka ayat dan surat di Quran.
Mengapa saya katakan demikian?
Sederhana saja, karena ternyata penomoran surat dan ayat di Al-Quran bukan ditetapkan langsung dari langit, alias bukan atas ketetapan dari Allah. Penomoran itu dilakukan oleh manusia, tentu para ulama Quran. Tetapi yang jelas kalau penomoran itu dilakukan manusia, maka nomor-nomor kode surat dan ayat itu buan termasuk wahyu dari Allah. Sebagaimana perbedaan penulisan teks Al-Quran di sekian banyak mushaf yang pasti berbeda jumlah halamannya. Jadi bukan firman Allah.
Lafadz Al-Quran itu memang dari Allah, tetapi penomoran surat dan ayat hanya buatan manusia, meski tetap berdasarkan petunjuk dari Rasulullah SAW. Tetapi penomoran itu tidak baku, sangat mungkin berbeda dan bervariasi.
Jadi sangat tidak relevan kalau dikaitkan dengan jam kejadian Gempa di Padang yang katanya terjadi jam 17.16. Kebetulan saja kalau kita buka Al-Quran pada surat yang ke-17 ayat ke-16, kita akan dapati terjemahannya sbb):
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Oleh mereka yang kurang paham, ayat yang bercerita tentang penghancuran suatu negeri ini ternyata dikait-kaitkan dengan gempa di Padang. Hanya lantaran nomor ayat dan suratnya cocok dengan jam kejadiannya, yaitu jam 17:16. Hmm, kok lucu ya? Kok bisa-bisanya nomor ayat dikait-kaitkan dengan jam kejadian gempa?
Kemudian, terjadi ladi gempa susulan di tempat yang sama. Konon katanya terjadi pada jam 17.58. Kalau kita buka surat ke-17, Al Israa’ ayat 58, kita akan menemukan terjemahanannya sbb :
“Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuz).”
Wah, kok kayak kebetulan ya, kok ngepas sekali ayat itu dengan jam kejadian gempa susulan? Kira-kira begitu kita diajak berpikir. Apalagi masih ditambah dengan info yang berikutnya :
Yang tambah bikin penasaran, esoknya terjadi gempa lain, kali ini di di Jambi. Konon kejadiannya pada pukul 8.52. Surat ke-8 itu adalah Surat Al Anfaa. Kalau kita buka ayat nomor 52, terjemahannya sbb :
“(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya.”
Tidak Nyambung
Jawaban saya tetap bahwa intinya hal itu tidak benar. Malahan sangat tidak benar Kenapa? Ada banyak ketidak-sesuaian dan ketidak-sambungan logika meski terasa sangat dipaksakan.
Bukti sederhana ketida-nyambungnya adalah ketika kita bandingakn dengan sejarah gempa lain di negeri kita. Ambillah contoh gempa di Yogya 27 Mei 2006 yang terjadi jam 05.55 pagi. Coba buka ayat Quran surat ke-5 (Al-Maidah) ayat 55, apa isinya?
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Tidak nyambung kan? Tidak ada kaitannya dengan gempa-gempaan atau musibah atau hal-hal sejenis. Alih-alih bicara gempa, ayat di atas malah bicara tentang sistem kepemimpinan. Mana gempanya?
Kita buktikan lagi dengan Gempa dan Tsunami di Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. Dalam catatan kejadiannya tepat pada pukul 7:58. Coba buka surat ketujuh yaitu Al-A'raf ayat 58, apa isinya?
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ إِلاَّ نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Sekali lagi, mana gempanya? Mana mushibahnya? Mana adzabnya? Nggak ada tuh. Ayat ini sama sekali tidak menyebut-nyebut gempa atau mushibah. Jadi memang tidak ada kaitannya.
Ada begitu banyak ketidak-sesuaian, ketidak-sambungan, dan juga pemaksaan atas sebuah logika yang tidak nyambung. Apalagi kalau kita mau telaah lebih dalam lagi, maka akan semakin tidak nyambung.
Coba kita lihat fakta-fakta berikut ini :
Pertama : Al-Quran Tidak Mengenal Penghitungan Jam
Sistem penghitungan waktu yang dikenal Al-Quran hanya penghitungan hari, bulan dan tahun. Misalnya :
• Al-Quran menyebut hari Jumat (QS. Al-Jumuah : 9), hari Sabtu (QS. Al-Baqarah : 65)
• Al-Quran menyebut nama bulan Ramadhan (QS. Al-Baqarah : 185).
• Quran juga menyebut lama waktu dengan hitungan bulan, seperti pada penangguhan orang yang meng-ila' istrinya, yaitu selama 4 bulan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqarah : 226.
• Juga masa 'iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, yaitu selama 4 bulan 10 hari, sebgaimana disebutkan dalam Al-Baqarah : 234). Sedangkan yang sudah menopuse masanya adalah 3 bulan, seperti disebutkan dalam At-Thalaq ayat 4.
• Demikian hukuman diyat salah satunya berpuasa 2 bulan berturut-turut sebagaimana disebutkan dalam Al-Nisa' ayat 92.
• Menyusui dan menyapih bayi selama 30 bulan, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahqaf ayat 15.
• Malam Qadar itu lebih baik dari 1.000 bulan (Qs. Al-Qadr : 3)
• Al-Quran bercerita tentang orang yang ingin diberi umur 1.000 tahun (QS. Al-Baqarah : 96)
• Masa penyusuan anak idealnya 2 tahun (QS. Al-Baqarah : 233)
• Orang yang hampir meninggal berwasiat untuk memberi nafkah kepada istri untuk 1 tahun lamanya (QS. Al-Baqarah : 240)
• Allah mematikan orang selama 100 tahun kemudian menghidupkannya (QS. Al-Baqarah : 259)
• Allah menyesatkan orang yahudi sehingga berputar-putar kebingungan di muka bumi selama 40 tahun (QS. Al-Maidah : 26)
• Nabi Yusuf menyarankan untuk bertanam selama 7 tahun karena akan datang masa paceklik selama 7 tahun (QS. Yusuf : 47-48)
• Ashhabbul Kahfi ditidurkan selama 300 tahun plus 9 tahun (QS. AL-Kahfi : 25)
• Usia Nabi Muh alaihissalam adalah 1.000 tahun kurang 50 tahun (QS. Al-Ankabut : 14)
• Sehari di sisi Allah seperti 1.000 tahun dalam perhitungan kita (QS. As-Sajdah : 5)
• Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun. (QS. Al-Ma'arij :4)
Tapi tidak pernah sekali pun Al-Quran menyebut-nyebut ukuran waktu dengan format jam. Kenapa?
Mudah saya, karena sistem penghitungan waktu dengan jam yang kita gunakan saat ini, hanya buatan manusia. Berlakunya hanya berlaku di zaman kita ini saja.
Pada saat Al-Quran diturunkan 14 abad yang lalu, manusia belum mengenal pembagian waktu yang sehari 24 jam. Di satu sisi, Al-Quran adalah kitab yang abadi, sementara penggunaan sistem waktu dan jam akan selalu berubah. Bagaimana mungkin Al-Quran menyimpan pesan yang hanya dikhususkan untuk satu zaman saja?
Di masa mendatang boleh jadi kita akan meninggalkan sistem penghitugan jam yang sekarang ini dengan sitem yang lain. Kalau sehari sekarang ini kita hitung menjadi 24 jam, boleh jadi kapan-kapan kita buat menjadi 100 jam dengan ukuran sama yaitu sehari semalam.
Atau boleh jadi kita akan menggunakan sistem jam bintang (baca:stardate) seperti yang diperkenalkan dalam serial film StarTrek. Kalau pakai stardate, gempa di Padang yang jam 17:16 itu adalah -313252.8234398783. Masih minus karena stardate baru akan dimulai pada 1 Januari tahun 2323.
Lalu siapa yang menetapkan bahwa satu hari terdiri dari 24 jam, 1 jam terdiri dari 60 menit, dan 1 menit terdiri dari 60 detik? Yang pasti ketentuan itu tidak datang dari langit sebagai wahyu. Konon besaran itu diambil dari peradaban Babylonia yang mengenal sistem penghitungan sexagesimal yang berbasis angka (60). Sedangkan istilah `jam` konon sudah digunakan oleh peradaban Mesir kuno sebagai 1/24 dari mean matahari.
Yang jadi pertanyaan, apakah Al-Quran mengakui hitungan-hitungan itu lalu menyelipkan informasi di sela-sela nomor ayat? Kok jadi mirip film X-files?
Kedua : Jam Kita Adalah Jam Politis
Selain Al-Quran tidak mengenal penghitungan waktu dengan jam, pada dasarnya sistem jam yang kita gunakan ini bersifat politis. Gempa di Padang itu hanya dianggap terjadi pada jam 17:16 kalau menurut hitungan waktu Indonesia Bagian Barat. Karena Padang itu terdapat di wilayah NKRI.
Tapi seandainya -ini hanya seandainya- kota Padang itu bukan bagian dari Negara Indonesia, tentu gempa tidak terjadi pada jam 17:16, tetapi bisa saja malah jam 18:16 atau jam 16:16. Semua tergantung kebijakan pemerintahannya.
Kok gitu?
Ya memang begitu. Mari kita buat pengandaian. Seandainya kota Padang itu bagian dari Singapura, maka kejadian gempa itu pastinya bukan jam 17:16, tetapi jam 18:16. Sebab meski letaknya lebih di Barat dari Jakarta, tapi secara kebijakan Pemerintah Singapura menetapkan jam mereka lebih dulu dari Indonesia. Kalau Jakarta atau WIB itu GMT+7, ternyata Singapura malah GMT+8.
Padahal posisi Singapura lebih ke Barat dibandingkan Jakarta. Seharusnya Jakarta lebih dulu dari Singapura. Tapi sekali lagi karena ini hanya urusan politis dua negara yang beda pemerintahan, maka akhirnya Singapura yang lebih dekat ke kota Padang malah punya jam yang lebih dulu dari jam Jakarta.
Jadi angka 17:16 yang katanya merupakan surat ke-17 ayat ke-16, kalau dikait-kaitkan dengan jam kejadian gempa Padang, tentu 100% dusta, hanyalah ilusi, hayal, dan tidak tepat. Kenapa? Karena penetapan hitungan jam itu bersifat nisbi.
Salah satu bukti bahwa penetapan jam itu semata-mata politis adalah kalau kita berada di negeri sub-tropis. Setiap ganti musim baik dari musim panas ke musim dingin atau sebaliknya, pemerintah punya kebijakan untuk mengubah atau melompat jam secara massal. Yang tadinya jam 07.00 pagi, secara massal di bawah perintah penguasa, rakyat diminta mengubah jamnya jadi jam 08.00. Heboh kan?
Konon sejarah gonta-ganti jam ini belum lama. Awalnya dimulai pada saat krisis minyak pada tahun 1970-an. Waktu krisis minyak tersebut, harga minyak menjadi berlipat ganda dan minyak pun menjadi barang langka. Berhubung minyak diperlukan untuk seluruh industri dan berbagai keperluan sehari-hari lainnya, pemerintah Swiss (dan beberapa negara Eropa lainnya, kalau nggak salah) memutuskan memajukan satu jam.
Dengan cara itu berarti negara ini menghemat satu jam pemakaian minyak, lantaran satu jam dianggap hilang. Jadi kalau ditetapkan pada tanggal sekian waktu dimajukan satu jam pada jam 12 malam, pada waktu jam menunjukkan 24.00, semua jam dimajukan menjadi jam 01.00. Ini artinya waktu antara 24.00-01.00 tidak eksis alias hilang.
Tapi kemudian `hilang`-nya waktu ini pun diganti pada waktu pergantian jam di musim dingin, dengan diundurnya waktu selama satu jam. Artinya kalau tanggal X harus ganti waktu musim dingin pada jam 12 malam, sewaktu jam menunjukkan pukul 24.00, seluruh jam diundur menjadi 23.00. Artinya waktu 23.00-24.00 berulang dua kali, dua jam. Impas kan. Ribet ya?
Tapi intinya saya cuma mau bilang bahwa penghitungan jam itu sangat nisbi dan sangat politis. Tidak layak Al-Quran memberi informasi berdasark kebijakan politis sebuah pemerintahan.
Ketiga : Sistem Penomoran Ayat Quran Cuma Ijtihad Manusia
Lafadz Al-Quran memang dari Allah SWT yang sampai kepada kita sepanjang 14 abad dengan proses periwayatan yang mutawatir. Tetapi urusan penomoran ayat-ayatnya ternyata tidak merupakan ketetapan dari Allah SWT.
Karena itulah kita menemukan para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah total ayat Al-Quran. Ternyata jumlahnya yang konon 6.666 ayat itu malah tidak ada rujukannya. Cobalah iseng-iseng ambil kalkulator lalu jumlahkan semua ayat yang ada di 114 surat, hasilnya pasti bukan 6.666.
Lho kok?
Nah, biar mudahnya silahkan baca tulisan saya sebelumnya tentang perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang jumlah total ayat Al-quran, silahkan klik di link ini.
Perbedaan dalam menghitung jumlah ayat ini sama sekali tidak menodai Al-Quran. Kasusnya sama dengan perbedaan jumlah halaman mushaf dari berbagai versi percetakan. Ada mushfah yang tipis dan sedikit mengandung halaman, tapi juga ada mushfah yang tebal dan mengandung banyak halaman.
Yang membedakanya adalah ukuran font, jenis dan tata letak (lay out) halaman mushaf. Tidak ada ketetapan dari Nabi SAW bahwa Al-Quran itu harus dicetak dengan jumlah halaman tertentu.
Lalu apa kaitannya dengan tema yang kita sedang bahas?
Kaitannya adalah bahwa nomor ayat itu juga bersifat nisbi. Kalau angka jam digital menyebutkan 17:16, lalu dianggap itu merupakan kode isyarat nomor surat dan ayat di Al-Quran, maka nomor itu mau menggunakan versi yang mana?
Kalau pakai mushaf yang umumnya kita pakai memang barangkali ada kebetulannya untuk cocok, tetapi kita harus ingat bahwa ada berjuta jenis dan versi mushaf di dunia ini, dimana nomor surat dan ayat 17:16 belum tentu terkait dengan musibah gempa.
Keempat : Al-Quran Bukan Buku BMG
Al-Quran sejak awal diturunkan tidak pernah disebutkan mengandung informasi dunia teknologi. Apalagi hanya dikaitkan dengan nomor-nomor surat atau nomor-nomor ayat di dalamnya. Nomor-nomor itu 100% buatan manusia, sama sekali tidak datang dari Allah SWT. Jadi kalau dipercayai sebagai bagian dari wahyu, sungguh sebuah kekeliruan yang fatal.
Memang benar bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk, tetapi tentu saja bukan petunjuk yang terkait dengan hal-hal teknis. Kita tidak akan menemukan tatacara membangun gedung, membikin mobil, menangkap ikan, menanam padi di sawah, atau mengetahui kapan terjadi bencana alam. Jelas sekali Al-Quran tidak diturunkan untuk kebutuhan seperti itu.
Kalau Al-Quran diyakini sebagai buku referensi teknologi, berarti kita secara tidak langsung telah menuduh Nabi Muhammad SAW telah zalim atau tidak mengerti Al-Quran.
Kok gitu?
Ya, karena Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang sah ditugaskan untuk menjelaskan isi Al-Quran, bahkan disebutkan bahwa beliau adalah Al-Quran yang berjalan. Kalau di dalam Al-Quran itu ada info tentang kapan terjadi bencana alam, lalu Nabi SAW diam saja tidak bilang apa-apa, berarti Nabi SAW itu zalim, karena tidak memberikan peringatan dini. Itu kalau kita anggap Nabi SAW tahu semua isi Al-Quran.
Tapi kalau kita bilang bahwa Nabi SAW tidak tahu ada informasi seperti itu di dalam Al-Quran, maka kita juga telah menuduh yang salah kepada beliau. Masak ada info tentang gempa di dalam Al-Quran, Nabi SAW malah tidak tahu? Lalu buat apa jadi nabi? Nabi kok tidak tahu info dalam Al-Quran?
Lebih parah lagi, kenapa Allah SWT terkesan `menyembunyikan` info akan terjadi gempa di dalam Al-Quran? Apakah Al-Quran itu merupakan buku teka-teki? Apakah kita disuruh untuk bermain puzzle dengan nomor ayat Quran? Untuk itukah Quran diturunkan?
Betapa naifnya kalau memang begitu. Quran kitab yang agung itu ternyata tidak lebih hanya dijadikan buku teka-teki yang angka di dalamnya diotak-atik, mirip orang kecanduan judi buntut.
Astaghfirullahal-Adzhiem.
Jadi kesimpulannya, informasi bahwa ayat Al-Quran mengandung misteri terselubung yang berupa data-data akan terjadi gempa tidak lain hanyalah klenik abad 21 yang dimainkan oleh mereka yang bermental Bani Israil, karena tidak lebih dari sekedar asathir (dongeng), levelnya sederajat dengan kisah-kisah israiliyat versi yahudi laknatullahi alaihim. Sayangnya, banyak juga yang terkecoh dengan ilusi model beginian.
Kepercayaan semacam itu sama sekali tidak memberikan nilai tambah apa pun buat Al-Quran. Malah sebaliknya, Quran jadi direndahkan selevel dengan kitab primbon atau mujarobat. Naudzu billah tsumma nauzdu billah.
Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Kenapa Takut Mati?
Kami melihat banyak manusia yang membenci kematian. Apa sebabnya, dan bagaimana agama islam memandangnya? Sedangkan Allah SWT berfirman, “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan. Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Dari ajaran Islam kita memahami bahwa kematian hanyalah tidur sejenak. Manusia akan segera terjaga dari kematian itu untuk memulai kehidupan yang panjang, kekal, dan abadi. Allah SWT menyerupakan kematian dengan tidur dalam firman berikut ini,
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Dia telah tetapkan kematiannya. (QS. Az-Zumar)
Semakna dengan ayat ini rasullullah saw bersabda,
“Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, kalian akan mati sebagaimana kalian tidur, dan kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian terbangun”
Kematian adalah sunnatullah yang kerap kita saksikan dan berulang setiap hari. Namun demikian manusia membencinya dan merasa takut terhadapnya. Adapun alasanya bermacam-macam diantaranya: Perbuatan maksiat dan dosa yang diancam oleh siksaan Allah SWT membuat seseorang takut untuk bertemu dengan-Nya. Sebab lainnya adalah kecintaan yang berlebihan terhadap kehidupan, panjang angan-angan, dan terlalu banyak keinginan. Rasulullah saw bersabda,
“Seorang yang sudah tua renta tetap seperti anak muda dalam mencintai dua hal: Panjang usia dan cinta harta.”
Seorang khalifah yang terkenal keadilannya, edan dianggap sebagai khulafa’urrasyidiin yang kelima yaitu Umar bin Abdul Aziz ra, nampak pemahamannya yang dalam terhadap hadis ini ketika berkata, “Pada diriku terdapat nafsu yang tak pernah lepas dari keinginan. Setiap kali berhasil meraih suatu keinginan, timbul keinginan untuk mendapatkan keinginan yang lebih besar. Ketika keinginannya telah selesai, barulah muncul keinginan untuk meraih akhirat.” Setelah timbul keinginan terhadap akhirat, maka ia akan bersiap-siap untuknya dan berbuat karenanya. Setelah itu barulah dia kan merasa bahagia untuk menghadap Allah.
Di antara sebab-sebab rasa takut manusia terhadap kematian adalah kurangnya persiapan yang dilakukannya untuk menghadapi kematian dan kehidupan setelah kematian. Manusia juga sering kali terpedaya dengan kehidupan terutama ketika merasa sehat dan kuat, dia sering kali menyangka bahwa kehidupannya masih terbentang luas. Dia tidak tahu atau pura-pura tidak tau bahwa umurnya sangat terbatas dan ajalnya bisa datang setiap saat. Tak ada seorangpun yang tahu kapan maut menjemputnya. Sebab lainnya dari takut terhadap kematian adalah adanya hasrat dalam diri manusia untuk hidup abadi. Hasrat itu mereka wujudkan dengan menumpuk numpuk harta, membangun gedung-gedung, memperbanyak keturunan, dan sarana-sarana kehidupan lainnya. Hasrat dan perilaku ini bisa terdapat pada pada seorang yang beriman pada kehidupan setelah mati, dan bisa pula terdapat pada orang yang kafir terhadap-Nya. Apabila dia seorang yang beriman terhadap hari kebangkita, namun dia tidak melakukan persiapan dengan baik, maka dia akan merasa takut untuk menghadapinya. Apabila dia seorang yang tidak beriman pada hari kebangkitan, maka rasa takutnya akan lebih besar lagi, karena dia menduga bahwa kematian adalah pemutus kehidupannya. Kematian akan menghapus cita-cita hidup kekal yang sangat didambakannya. Ajaran islam telah menjelaskan permasalahan ini dengan penjelaskan yang paling benar dan lurus. Islam mengajarkan kepada para pengikutnya untuk meyakini bahwa kematian adalah perpindahan manusia dari kehidupan yang sebentar dan sementara pada kehidupan yang kekal abadi: Allah SWT berfirman,
Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. Al-‘Ankabut: 64)
Seandainya orang-orang yang rakus itu memahami hakikat kehidupan yang kekal sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, niscaya akan selesai permasalahan tentang kekekalan yang selalu mereka inginkan. Mereka akan menyadari bahwa usaha mereka untuk dapat kekal hidup di dunia adalah usaha yang sia-sia.
Al-Qur’an mengisyaratkan tentang hal ini ketika berbicara tetang sifat orang Yahudi,
Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (QS. Al-Baqarah: 96)
Meskipun ajalnya ditangguhkan dan umurnya dipanjangkan, orang-orang yang melebihi batas itu tetap saj akan merasa takut terhadap hari akhirat, karena di sana telah menunggu azab yang kekal sebagai balasan dari kekafiran dan perbuatan jahatnya.
Dari sini kita dapat memahami mengapa salafush-shalih sangat giat mengingat kematian dan memperingatkan manusia tentangnya. Karena, kematian selalu mengingatkan, kepada orang-orang yang suka berzikir maupun orang-orang yang gemar melakukan kemungkaran untuk segera bersiap-siap menghadapinya. Apabila seseorang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya maka akan hilang rasa takutnya dalam menghadapi kematian. Rasulullah saw bersabda,
“Ya Allah hidupkanlah aku selama hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku.”
Dengan ungkapan doa ini Rasulullah mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah kehidupan ataupun kematian. Yang terpenting adalah kebaikan dan kemuliaan, baik yang segera (di dunia) maupun yang ditangguhkan (akhirat).
Rasulullah saw juga bersabda,
“Ya Allah sesungguhnya aku sangat rindu untuk bertemu dengan-Mu, semoga Engkau juga rindu untuk bertemu denganku.”
Rasulullah saw sangat rindu untuk bertemu dengan Allah SWT, maka beliau pun memohon agar Allah pun merindukan pertemuan dengannya. Tak lama setelah itu Allah pun memanggil beliau kehadirat-Nya. Doa tersebut menunjukkan bahwa beliau telah sempurna persiapannya untuk bertemu dengan Tuhannya. Tantang tidak datangnya kematian, digambarkan oleh seorang penyair dalam sebuah bait yang indah sebagai berikut:
Selama aku berjuang di jalan Allah yang suci
Selama aku tetap seorang muslim sejati
Aku sama sekali tak peduli
Kapan pun dan di mana pun aku mati
Bait syair di atas menggambarkan ketidakpedulian akan kematian selama dia yakin bahwa keimanan akan menyertai kematiannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT,
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali ‘Imran: 102)
Pada hari-hari terakhir kehidupannya Umar bin Khathab selalu mengulang-ngulang perkataan sebagai berikut, “Ya Allah telah tua usiaku, telah rapuh kekuatanku, tinggal sedikit kemampuanku, sedangkan rakyatku telah tersebar. Maka bawalah aku menghadap-Mu sebagai orang yang tidak mengurangi ajaran-Mu dan tidak pula melebih-lebihkannya. Ya Allah karuniakan kepadaku mati syahid dalam berjuang di jalan-Mu. Dan jadikanlah negeri Rasulullah saw ini sebagai tempat kematianku.”
Sikap seperti ini yang biasanya muncul dari jiwa-jiwa yang mulia, membangkitkan kesadaran untuk melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya sehigga tidak ada lagi ras takut dan gentar untuk menghadapi kematian. Derajat seperti inilah yang dicari dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang baik. Adapun orang-orang yang di sibukkan oleh nafsu syahwat dan dunia sama sekali tak akan peduli pada amal-amal akhirat.
Allah SWT berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.(QS. Al-A’la: 16-17)
Sungguh suatu hal yang mengagumkan bahwa pada permulaan surat al-A’la —di mana kedua ayat di atas berada—-terdapat dua ayat mulia yang mengandung isyarat dan nasihat. Apabila manusia memahami secara mendalam kedua ayat tersebut, maka dia tidak akan terlalu cinta pada dunia, dan tidak akan takut pada kematian. Kedua ayat tersebut adalah,
Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.(QS. Al-A’la: 4-5)
Kedua ayat itu menjelaskan bahwa di antara sifat Allah SWT adalah menumbuhkan tanaman dan pepohonan di atas bumi. Setelah tanaman dan pepohonan itu menghijau dan segar, Dia bisa menjadikannya rumput yang kering kehitam-hitaman. Ini adalah isyarat yang sangat jelas mengenai cepatnya perubahan yang terjadi dari sejak kehidupan bermula, kemudian tumbuh berkembang, lalu menjadi kering, layu, dan hancur. Setelah Ayat tersebut Allah SWT berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Maknanya adalah bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang ditetapkan Allah SWT sebagai kehidupan yang cepat binasa, sebagaimana tanaman yang cepat layu dan kering. Sedangkan keistimewaannya, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dak lebih kekal.
Wallahu a’lam
Dari ajaran Islam kita memahami bahwa kematian hanyalah tidur sejenak. Manusia akan segera terjaga dari kematian itu untuk memulai kehidupan yang panjang, kekal, dan abadi. Allah SWT menyerupakan kematian dengan tidur dalam firman berikut ini,
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Dia telah tetapkan kematiannya. (QS. Az-Zumar)
Semakna dengan ayat ini rasullullah saw bersabda,
“Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, kalian akan mati sebagaimana kalian tidur, dan kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian terbangun”
Kematian adalah sunnatullah yang kerap kita saksikan dan berulang setiap hari. Namun demikian manusia membencinya dan merasa takut terhadapnya. Adapun alasanya bermacam-macam diantaranya: Perbuatan maksiat dan dosa yang diancam oleh siksaan Allah SWT membuat seseorang takut untuk bertemu dengan-Nya. Sebab lainnya adalah kecintaan yang berlebihan terhadap kehidupan, panjang angan-angan, dan terlalu banyak keinginan. Rasulullah saw bersabda,
“Seorang yang sudah tua renta tetap seperti anak muda dalam mencintai dua hal: Panjang usia dan cinta harta.”
Seorang khalifah yang terkenal keadilannya, edan dianggap sebagai khulafa’urrasyidiin yang kelima yaitu Umar bin Abdul Aziz ra, nampak pemahamannya yang dalam terhadap hadis ini ketika berkata, “Pada diriku terdapat nafsu yang tak pernah lepas dari keinginan. Setiap kali berhasil meraih suatu keinginan, timbul keinginan untuk mendapatkan keinginan yang lebih besar. Ketika keinginannya telah selesai, barulah muncul keinginan untuk meraih akhirat.” Setelah timbul keinginan terhadap akhirat, maka ia akan bersiap-siap untuknya dan berbuat karenanya. Setelah itu barulah dia kan merasa bahagia untuk menghadap Allah.
Di antara sebab-sebab rasa takut manusia terhadap kematian adalah kurangnya persiapan yang dilakukannya untuk menghadapi kematian dan kehidupan setelah kematian. Manusia juga sering kali terpedaya dengan kehidupan terutama ketika merasa sehat dan kuat, dia sering kali menyangka bahwa kehidupannya masih terbentang luas. Dia tidak tahu atau pura-pura tidak tau bahwa umurnya sangat terbatas dan ajalnya bisa datang setiap saat. Tak ada seorangpun yang tahu kapan maut menjemputnya. Sebab lainnya dari takut terhadap kematian adalah adanya hasrat dalam diri manusia untuk hidup abadi. Hasrat itu mereka wujudkan dengan menumpuk numpuk harta, membangun gedung-gedung, memperbanyak keturunan, dan sarana-sarana kehidupan lainnya. Hasrat dan perilaku ini bisa terdapat pada pada seorang yang beriman pada kehidupan setelah mati, dan bisa pula terdapat pada orang yang kafir terhadap-Nya. Apabila dia seorang yang beriman terhadap hari kebangkita, namun dia tidak melakukan persiapan dengan baik, maka dia akan merasa takut untuk menghadapinya. Apabila dia seorang yang tidak beriman pada hari kebangkitan, maka rasa takutnya akan lebih besar lagi, karena dia menduga bahwa kematian adalah pemutus kehidupannya. Kematian akan menghapus cita-cita hidup kekal yang sangat didambakannya. Ajaran islam telah menjelaskan permasalahan ini dengan penjelaskan yang paling benar dan lurus. Islam mengajarkan kepada para pengikutnya untuk meyakini bahwa kematian adalah perpindahan manusia dari kehidupan yang sebentar dan sementara pada kehidupan yang kekal abadi: Allah SWT berfirman,
Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. Al-‘Ankabut: 64)
Seandainya orang-orang yang rakus itu memahami hakikat kehidupan yang kekal sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, niscaya akan selesai permasalahan tentang kekekalan yang selalu mereka inginkan. Mereka akan menyadari bahwa usaha mereka untuk dapat kekal hidup di dunia adalah usaha yang sia-sia.
Al-Qur’an mengisyaratkan tentang hal ini ketika berbicara tetang sifat orang Yahudi,
Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (QS. Al-Baqarah: 96)
Meskipun ajalnya ditangguhkan dan umurnya dipanjangkan, orang-orang yang melebihi batas itu tetap saj akan merasa takut terhadap hari akhirat, karena di sana telah menunggu azab yang kekal sebagai balasan dari kekafiran dan perbuatan jahatnya.
Dari sini kita dapat memahami mengapa salafush-shalih sangat giat mengingat kematian dan memperingatkan manusia tentangnya. Karena, kematian selalu mengingatkan, kepada orang-orang yang suka berzikir maupun orang-orang yang gemar melakukan kemungkaran untuk segera bersiap-siap menghadapinya. Apabila seseorang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya maka akan hilang rasa takutnya dalam menghadapi kematian. Rasulullah saw bersabda,
“Ya Allah hidupkanlah aku selama hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku.”
Dengan ungkapan doa ini Rasulullah mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah kehidupan ataupun kematian. Yang terpenting adalah kebaikan dan kemuliaan, baik yang segera (di dunia) maupun yang ditangguhkan (akhirat).
Rasulullah saw juga bersabda,
“Ya Allah sesungguhnya aku sangat rindu untuk bertemu dengan-Mu, semoga Engkau juga rindu untuk bertemu denganku.”
Rasulullah saw sangat rindu untuk bertemu dengan Allah SWT, maka beliau pun memohon agar Allah pun merindukan pertemuan dengannya. Tak lama setelah itu Allah pun memanggil beliau kehadirat-Nya. Doa tersebut menunjukkan bahwa beliau telah sempurna persiapannya untuk bertemu dengan Tuhannya. Tantang tidak datangnya kematian, digambarkan oleh seorang penyair dalam sebuah bait yang indah sebagai berikut:
Selama aku berjuang di jalan Allah yang suci
Selama aku tetap seorang muslim sejati
Aku sama sekali tak peduli
Kapan pun dan di mana pun aku mati
Bait syair di atas menggambarkan ketidakpedulian akan kematian selama dia yakin bahwa keimanan akan menyertai kematiannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT,
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali ‘Imran: 102)
Pada hari-hari terakhir kehidupannya Umar bin Khathab selalu mengulang-ngulang perkataan sebagai berikut, “Ya Allah telah tua usiaku, telah rapuh kekuatanku, tinggal sedikit kemampuanku, sedangkan rakyatku telah tersebar. Maka bawalah aku menghadap-Mu sebagai orang yang tidak mengurangi ajaran-Mu dan tidak pula melebih-lebihkannya. Ya Allah karuniakan kepadaku mati syahid dalam berjuang di jalan-Mu. Dan jadikanlah negeri Rasulullah saw ini sebagai tempat kematianku.”
Sikap seperti ini yang biasanya muncul dari jiwa-jiwa yang mulia, membangkitkan kesadaran untuk melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya sehigga tidak ada lagi ras takut dan gentar untuk menghadapi kematian. Derajat seperti inilah yang dicari dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang baik. Adapun orang-orang yang di sibukkan oleh nafsu syahwat dan dunia sama sekali tak akan peduli pada amal-amal akhirat.
Allah SWT berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.(QS. Al-A’la: 16-17)
Sungguh suatu hal yang mengagumkan bahwa pada permulaan surat al-A’la —di mana kedua ayat di atas berada—-terdapat dua ayat mulia yang mengandung isyarat dan nasihat. Apabila manusia memahami secara mendalam kedua ayat tersebut, maka dia tidak akan terlalu cinta pada dunia, dan tidak akan takut pada kematian. Kedua ayat tersebut adalah,
Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.(QS. Al-A’la: 4-5)
Kedua ayat itu menjelaskan bahwa di antara sifat Allah SWT adalah menumbuhkan tanaman dan pepohonan di atas bumi. Setelah tanaman dan pepohonan itu menghijau dan segar, Dia bisa menjadikannya rumput yang kering kehitam-hitaman. Ini adalah isyarat yang sangat jelas mengenai cepatnya perubahan yang terjadi dari sejak kehidupan bermula, kemudian tumbuh berkembang, lalu menjadi kering, layu, dan hancur. Setelah Ayat tersebut Allah SWT berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Maknanya adalah bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang ditetapkan Allah SWT sebagai kehidupan yang cepat binasa, sebagaimana tanaman yang cepat layu dan kering. Sedangkan keistimewaannya, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dak lebih kekal.
Wallahu a’lam
Minggu, 04 Oktober 2009
Hidup Adalah Pilihan
Ada 2 buah bibit tanaman yang terhampar disebuah ladang yang subur. Bibit yang pertama berkata, “Aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakkan akarku dalam-dalam ditanah ini, dan menjulangkan tunas-tunasku diatas kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku untuk menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku”.
Dan bibit itupun tumbuh makin menjulang,
Bibit kedua bergumam, “Aku takut, jika kutanamkan akarku kedalam tanah ini, aku tak tahu apa yang akan kutemui didalam sana. Bukankah disana sangat gelap? Dan jika kuteroboskan tunasku keatas, bukankah nanti keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku pasti akan terkoyak.”
“Apa yang akan terjadi jika tunasku terbuka dan siput-siput mencoba untuk memakannya? Dan pasti jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil akan berusaha mencabutku dari tanah. Tidak. Akan lebih baik jika aku menunggu sampai semuanya aman.”
Dan bibit itupun menunggu dalam kesendiriannya.
Beberapa pekan kemudian seekor ayam menggilas tanah itu, menemukan bibit kedua tadi dan mencaploknya segera.
Renungan :
Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, dan kebimbang-bimbangan yang kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan-alasan untuk tak mau melangkah, tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan, maka, hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, pilihlah dengan bijak.
Langganan:
Postingan (Atom)