Kami melihat banyak manusia yang membenci kematian. Apa sebabnya, dan bagaimana agama islam memandangnya? Sedangkan Allah SWT berfirman, “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan. Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Dari ajaran Islam kita memahami bahwa kematian hanyalah tidur sejenak. Manusia akan segera terjaga dari kematian itu untuk memulai kehidupan yang panjang, kekal, dan abadi. Allah SWT menyerupakan kematian dengan tidur dalam firman berikut ini,
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Dia telah tetapkan kematiannya. (QS. Az-Zumar)
Semakna dengan ayat ini rasullullah saw bersabda,
“Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, kalian akan mati sebagaimana kalian tidur, dan kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian terbangun”
Kematian adalah sunnatullah yang kerap kita saksikan dan berulang setiap hari. Namun demikian manusia membencinya dan merasa takut terhadapnya. Adapun alasanya bermacam-macam diantaranya: Perbuatan maksiat dan dosa yang diancam oleh siksaan Allah SWT membuat seseorang takut untuk bertemu dengan-Nya. Sebab lainnya adalah kecintaan yang berlebihan terhadap kehidupan, panjang angan-angan, dan terlalu banyak keinginan. Rasulullah saw bersabda,
“Seorang yang sudah tua renta tetap seperti anak muda dalam mencintai dua hal: Panjang usia dan cinta harta.”
Seorang khalifah yang terkenal keadilannya, edan dianggap sebagai khulafa’urrasyidiin yang kelima yaitu Umar bin Abdul Aziz ra, nampak pemahamannya yang dalam terhadap hadis ini ketika berkata, “Pada diriku terdapat nafsu yang tak pernah lepas dari keinginan. Setiap kali berhasil meraih suatu keinginan, timbul keinginan untuk mendapatkan keinginan yang lebih besar. Ketika keinginannya telah selesai, barulah muncul keinginan untuk meraih akhirat.” Setelah timbul keinginan terhadap akhirat, maka ia akan bersiap-siap untuknya dan berbuat karenanya. Setelah itu barulah dia kan merasa bahagia untuk menghadap Allah.
Di antara sebab-sebab rasa takut manusia terhadap kematian adalah kurangnya persiapan yang dilakukannya untuk menghadapi kematian dan kehidupan setelah kematian. Manusia juga sering kali terpedaya dengan kehidupan terutama ketika merasa sehat dan kuat, dia sering kali menyangka bahwa kehidupannya masih terbentang luas. Dia tidak tahu atau pura-pura tidak tau bahwa umurnya sangat terbatas dan ajalnya bisa datang setiap saat. Tak ada seorangpun yang tahu kapan maut menjemputnya. Sebab lainnya dari takut terhadap kematian adalah adanya hasrat dalam diri manusia untuk hidup abadi. Hasrat itu mereka wujudkan dengan menumpuk numpuk harta, membangun gedung-gedung, memperbanyak keturunan, dan sarana-sarana kehidupan lainnya. Hasrat dan perilaku ini bisa terdapat pada pada seorang yang beriman pada kehidupan setelah mati, dan bisa pula terdapat pada orang yang kafir terhadap-Nya. Apabila dia seorang yang beriman terhadap hari kebangkita, namun dia tidak melakukan persiapan dengan baik, maka dia akan merasa takut untuk menghadapinya. Apabila dia seorang yang tidak beriman pada hari kebangkitan, maka rasa takutnya akan lebih besar lagi, karena dia menduga bahwa kematian adalah pemutus kehidupannya. Kematian akan menghapus cita-cita hidup kekal yang sangat didambakannya. Ajaran islam telah menjelaskan permasalahan ini dengan penjelaskan yang paling benar dan lurus. Islam mengajarkan kepada para pengikutnya untuk meyakini bahwa kematian adalah perpindahan manusia dari kehidupan yang sebentar dan sementara pada kehidupan yang kekal abadi: Allah SWT berfirman,
Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. Al-‘Ankabut: 64)
Seandainya orang-orang yang rakus itu memahami hakikat kehidupan yang kekal sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, niscaya akan selesai permasalahan tentang kekekalan yang selalu mereka inginkan. Mereka akan menyadari bahwa usaha mereka untuk dapat kekal hidup di dunia adalah usaha yang sia-sia.
Al-Qur’an mengisyaratkan tentang hal ini ketika berbicara tetang sifat orang Yahudi,
Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. (QS. Al-Baqarah: 96)
Meskipun ajalnya ditangguhkan dan umurnya dipanjangkan, orang-orang yang melebihi batas itu tetap saj akan merasa takut terhadap hari akhirat, karena di sana telah menunggu azab yang kekal sebagai balasan dari kekafiran dan perbuatan jahatnya.
Dari sini kita dapat memahami mengapa salafush-shalih sangat giat mengingat kematian dan memperingatkan manusia tentangnya. Karena, kematian selalu mengingatkan, kepada orang-orang yang suka berzikir maupun orang-orang yang gemar melakukan kemungkaran untuk segera bersiap-siap menghadapinya. Apabila seseorang telah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya maka akan hilang rasa takutnya dalam menghadapi kematian. Rasulullah saw bersabda,
“Ya Allah hidupkanlah aku selama hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku.”
Dengan ungkapan doa ini Rasulullah mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah kehidupan ataupun kematian. Yang terpenting adalah kebaikan dan kemuliaan, baik yang segera (di dunia) maupun yang ditangguhkan (akhirat).
Rasulullah saw juga bersabda,
“Ya Allah sesungguhnya aku sangat rindu untuk bertemu dengan-Mu, semoga Engkau juga rindu untuk bertemu denganku.”
Rasulullah saw sangat rindu untuk bertemu dengan Allah SWT, maka beliau pun memohon agar Allah pun merindukan pertemuan dengannya. Tak lama setelah itu Allah pun memanggil beliau kehadirat-Nya. Doa tersebut menunjukkan bahwa beliau telah sempurna persiapannya untuk bertemu dengan Tuhannya. Tantang tidak datangnya kematian, digambarkan oleh seorang penyair dalam sebuah bait yang indah sebagai berikut:
Selama aku berjuang di jalan Allah yang suci
Selama aku tetap seorang muslim sejati
Aku sama sekali tak peduli
Kapan pun dan di mana pun aku mati
Bait syair di atas menggambarkan ketidakpedulian akan kematian selama dia yakin bahwa keimanan akan menyertai kematiannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT,
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali ‘Imran: 102)
Pada hari-hari terakhir kehidupannya Umar bin Khathab selalu mengulang-ngulang perkataan sebagai berikut, “Ya Allah telah tua usiaku, telah rapuh kekuatanku, tinggal sedikit kemampuanku, sedangkan rakyatku telah tersebar. Maka bawalah aku menghadap-Mu sebagai orang yang tidak mengurangi ajaran-Mu dan tidak pula melebih-lebihkannya. Ya Allah karuniakan kepadaku mati syahid dalam berjuang di jalan-Mu. Dan jadikanlah negeri Rasulullah saw ini sebagai tempat kematianku.”
Sikap seperti ini yang biasanya muncul dari jiwa-jiwa yang mulia, membangkitkan kesadaran untuk melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya sehigga tidak ada lagi ras takut dan gentar untuk menghadapi kematian. Derajat seperti inilah yang dicari dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang baik. Adapun orang-orang yang di sibukkan oleh nafsu syahwat dan dunia sama sekali tak akan peduli pada amal-amal akhirat.
Allah SWT berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.(QS. Al-A’la: 16-17)
Sungguh suatu hal yang mengagumkan bahwa pada permulaan surat al-A’la —di mana kedua ayat di atas berada—-terdapat dua ayat mulia yang mengandung isyarat dan nasihat. Apabila manusia memahami secara mendalam kedua ayat tersebut, maka dia tidak akan terlalu cinta pada dunia, dan tidak akan takut pada kematian. Kedua ayat tersebut adalah,
Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman.(QS. Al-A’la: 4-5)
Kedua ayat itu menjelaskan bahwa di antara sifat Allah SWT adalah menumbuhkan tanaman dan pepohonan di atas bumi. Setelah tanaman dan pepohonan itu menghijau dan segar, Dia bisa menjadikannya rumput yang kering kehitam-hitaman. Ini adalah isyarat yang sangat jelas mengenai cepatnya perubahan yang terjadi dari sejak kehidupan bermula, kemudian tumbuh berkembang, lalu menjadi kering, layu, dan hancur. Setelah Ayat tersebut Allah SWT berfirman,
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Maknanya adalah bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang ditetapkan Allah SWT sebagai kehidupan yang cepat binasa, sebagaimana tanaman yang cepat layu dan kering. Sedangkan keistimewaannya, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dak lebih kekal.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar